Nggak lama sebelum saya mulai berkuliah
S2, Universitas Indonesia baru selesai menetapkan peraturan baru terkait
program pascasarjana. Syarat lulus pendidikan magister dan doktor di UI sengaja
ditambah untuk meningkatkan jumlah publikasi karya ilmiah perguruan tinggi di
Indonesia. Selain lulus tesis, saya harus berhasil menerbitkan karya ilmiah di
jurnal nasional terakreditasi atau di proceeding
melalui international conference.
Saya sengaja mengejar pilihan kedua
mengingat persaingan untuk menerbitkan karya ilmiah di jurnal nasional
terakreditasi sangat tinggi. Tanpa ragu-ragu, saya dan teman-teman mengikuti
seleksi karya ilmiah di 2nd Shield Conference yang diselenggarakan
oleh Universitas Lampung (Unila) dan 15th SKIM Conference yang
diselenggarakan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universitas
Padjadjaran (Unpad). Tentu kami senang saat penelitian kami dinyatakan berhasil
diterima untuk dipresentasikan di kedua conference
tersebut. Namun, pilihan kami jatuh ke 2nd Shield Conference dan
pergilah kami semua ke Bandar Lampung.
Di Bandar Lampung, kami sempat mampir
ke objek wisata Puncak Mas. Objek wisata yang terbilang belum lama dibuka untuk
umum ini merupakan kombinasi dari wisata alam dan tempat nongkrong. Puncak Mas buka
setiap harinya dari pagi sampai malam.
Puncak Mas cocok dijadikan wisata alam.
Sebab, lokasinya memang berada di wilayah perbukitan. Kita bisa mengarah ke
Jalan Haji Hamim RJP, Desa Sukadana Ham, Kecamatan Tanjung Karang Barat, untuk
membuktikannya sendiri. Waktu tempuh dari pusat kota Bandar Lampung ke tempat
ini menghabiskan sekitar 30 menit.
Dari berbagai sumber yang saya baca,
Puncak Mas dulunya sempat memberlakukan harga tiket masuk sebesar Rp15.000.
Harga ini kemudian meningkat lagi menjadi Rp20.000. Sampai akhirnya, saya dan
teman-teman perlu membayar Rp25.000 per orang. Namun, menurut saya, harga yang
ditawarkan Puncak Mas setimpal dengan pelayanan yang diberikan. Saya nyaris
nggak melihat sampah berantakan di tempat ini.
Berada di wilayah perbukitan menjadikan
Puncak Mas memiliki kelebihan tersendiri. Dari namanya saja, sudah dapat
ditebak kalau kita akan disuguhi pemandangan yang menenangkan dari ketinggian.
Saya sendiri bisa memandang perkotaan, pegunungan, dan laut.
Puncak Mas cocok dibilang surganya para
pencinta selfie. Di tempat ini, ada
banyak objek yang menarik untuk diikutsertakan dalam foto. Ada objek foto yang
memungut bayaran tambahan dan ada juga objek foto yang bebas digunakan tanpa
biaya. Buat saya, objek paling menarik ialah rumah-rumah pohon terbalik.
Kesemua rumah pohon ini terbuat dari kayu. Seingat saya, satu rumah pohon
memiliki kapasitas sepuluh atau 15 orang.
Rumah pohon terbalik di Puncak Mas
Rumah pohon terbalik sebaiknya nggak
dipilih sebagai tempat untuk beristirahat. Apalagi, dari pengalaman kami waktu
itu, antrian berfoto di rumah pohon terbalik terhitung lumayan. Kalau memang
ingin melepas lelah, kita bisa bersantai-santai di ayunan kayu. Asiknya, live music bebas dinikmati dari tempat ini.
Membayangkan tempat yang lebih nyaman
untuk bersantai-santai lebih lama? Gazebo di bagian bawah tempat wisata sudah
menunggu kita. Cuaca yang labil, karena sebentar-sebentar panas terik dan hujan, waktu
itu menjadi penyebab gazebo ini banyak diincar pengunjung.
Kebahagiaan anak-anak rasa-rasanya
sudah terjamin di Puncak Mas. Objek wisata ini menyediakan playground dengan berbagai fasilitas bermain termasuk perosotan dan
jungkat-jungkit. Fasilitasnya juga bercat warna-warni sehingga nggak sulit menarik
perhatian anak-anak.
Rumah burung dara di dekat playground Puncak Mas
Waktu terbaik mengunjungi Puncak Mas
tentunya saat nggak turun hujan karena sebagian besar lahannya merupakan lahan
terbuka. Kami sendiri waktu itu cukup was-was karena langitnya mendung dan
beberapa kali sempat gerimis.
Namun, kami senang karena suasananya
sangat romantis. Saya yakin Puncak Mas akan lebih romantis lagi bila dikunjungi
pada malam hari, lengkap dengan kelap-kelip lampu kota Bandar Lampung, taburan
bintang, dan sinar bulan.
Selama berada di Puncak Mas, saya sulit mengabaikan dua sepeda gantung yang ada di tempat ini. Saya terlalu
suka dengan ketinggian untuk nggak mencoba sepeda gantung. Sayangnya, saya
melihat cuacanya sedang nggak bersahabat. Saya takut tersambar petir hingga
akhirnya mengurungkan niat. Padahal, teman-teman saya sudah menawarkan diri
untuk mengambilkan foto kalau-kalau saya jadi mencoba sepeda gantung.
Penasaran dengan fasilitas lain di
Puncak Mas? Lapar di tengah-tengah mengeksplor tempat ini, kita tinggal datang
ke jejeran tempat makan. Saya dan teman-teman sempat duduk-duduk menikmati banana nugget dan iced chocolate drink. Di tempat ini, ada banyak pilihan menu berat
dan ringan yang asik untuk disantap. Setelah kenyang, kami beribadah ditemani angin
siliran di musholla yang terletak di
rumah pohon.
Photos by
Amadea
No comments:
Post a Comment