Lulus kuliah S1 dari Universitas Indonesia (UI) Depok,
nggak bisa saya bilang sepenuhnya menyenangkan. Ada banyak hal yang bikin
kangen dari kampus ini. Salah satunya, Crystal of Knowledge alias perpustakaan
pusat UI yang menuai banyak kontroversi saat baru-baru
dibuka.
Jujur, waktu perpustakaan pusat
ini baru dibuka, saya sempat kesal. Perpustakaan Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya yang pernah jadi lokasi pengambilan gambar Ada Apa Dengan Cinta? itu terpaksa ditutup karena semua koleksi bukunya sudah
dipindahkan ke perpustakaan pusat. Padahal, perpustakaan fakultas jadi
tempat terdekat kalau sedang ingin belajar dengan atmosfer yang tenang.
Tapi, setelah perpustakaan pusat
berdiri, saya nggak keberatan berjalan kaki lebih jauh agar bisa belajar di tempat
yang tenang. Lagipula, saya bisa melewati taman saat berjalan menuju
perpustakaan pusat dari bagian belakang fakultas saya. Hitung-hitung istirahat
otak dengan melihat yang hijau-hijau setelah dibuat pusing oleh materi kuliah.
Sampai di bagian depan perpustakaan pusat, kita bisa melihat tersedianya lahan parkir di sana-sini. Hanya saja, setelah saya lulus, lahan parkir ini nggak lagi bisa dipakai dengan leluasa. Tujuannya agar lingkungan sekitar perpustakaan bebas dari polusi. Buat saya yang senang berjalan kaki, adanya aturan ini jadi salah satu kelebihan perpustakaan pusat.
Dari luar, kita bisa langsung melihat kalau bangunan perpustakaan pusat terbilang menarik. Bangunannya yang nggak simetris justru punya daya tarik tersendiri karena beda dari bangunan-bangunan kebanyakan. Kalau saya nggak salah, perpustakaan pusat mengambil gaya arsitektur postmodern.
Perpustakaan pusat bukan hanya menarik di bagian luar. Bagian dalamnya pun nggak kalah menarik. Ada sebagian dinding-dindingnya yang dipenuhi kata dari berbagai bahasa dengan arti “baca”.
Kata-kata dari berbagai bahasa ini bisa dilihat lebih jelas di pintu masuk menuju ruang buku di lantai dasar. Untuk bisa melewati pintu masuk ini, mahasiswa-mahasiswi UI cukup menempelkan Kartu Tanda Mahasiswa pada tempat yang telah disediakan. Sementara, pengunjung umum bisa melapor kepada petugas terlebih dahulu. Sayangnya, saya nggak bisa memotret bagian dalam ruang buku karena dilarang menggunakan kamera di dalam. Ruang bukunya sendiri menempati lantai 2, 3, dan 4.
Banyak hal yang bisa dilakukan di lantai dasar kalau memang nggak berniat membaca buku. Karena perpustakaan pusat menghadirkan konsep multifungsi dan lantai dasarnya diisi dengan berbagai fasilitas. Di lantai dasar ini terdapat Starbucks, Books & Beyond, Gold’s Gym, Hotdog Booth, Indomaret, kantor cabang Bank BNI, kantor Pos Indonesia, Pegadaian, restoran-restoran, kafe-kafe, toko-toko, dan studio musik.
Starbucks di perpustakaan pusat adalah Starbucks favorit saya. Situasi Starbucks ini biasanya jauh lebih tenang dibandingkan yang ada di mal-mal karena biasanya anak-anak UI datang ke Starbucks untuk belajar atau mengerjakan tugas. Kalaupun kedengaran agak ramai, biasanya bahan obrolannya nggak jauh-jauh dari materi kuliah. Saya dan teman-teman sebenarnya sering juga bergosip di sini saat jeda kelas, tapi setelah itu biasanya balik lagi dibuat pusing sama materi kuliah.
Hal lain yang saya suka dari Starbucks ini adalah view-nya yang luar biasa. Dari jendela Starbucks, kita bisa melihat Danau Kenanga yang tenang.
Udah kebayang, kan, kenapa saya bilang perpustakaan pusat ini jadi tempat kumpulnya anak-anak UI? Setiap hari, anak-anak dari berbagai jurusan “kumpul” jadi satu di tempat ini. Saya datang Sabtu dan Minggu pun tempat ini biasanya tetap nggak sepi.
Di bagian tengah perpustakaan, kita bisa melihat adanya taman lingkar. Taman ini berupa spot untuk duduk-duduk melingkari pohon peneduh berumur puluhan tahun yang ada di tengah. Berdasarkan pengalaman pribadi, taman ini sering dipakai sebagai tempat rapat panitia dan organisasi.
Menurut saya, sih, datang ke perpustakaan pusat kadang-kadang nggak perlu tujuan. Soalnya, perpustakaan pusat punya banyak banget spot untuk duduk-duduk santai. Saya sendiri dulu cukup sering membaca buku sambil duduk-duduk santai menghadap danau.
Oh ya, di sekitar perpustakaan pusat, biasanya banyak anak-anak kecil yang berjualan tisu seharga Rp3.000. Terkadang suka bikin risih karena mereka termasuk gigih (baca: agak maksa) menjual tisunya. Tapi, saya senang membeli dari mereka karena saya lebih suka mereka berjualan dibandingkan mengemis.
Berjalan terus ke bagian belakang perpustakaan pusat, kita bisa melihat adanya tempat-tempat makan dan kantin. Kalau ingin makan di dalam ruangan yang dingin, Restaurant & Café Korea bisa dijadikan pilihan. Bukan sekadar nama, restoran ini bisa bikin kita serasa ada di Korea karena sering dikunjungi oleh orang-orang Korea yang berkuliah di UI.
[Update September 2016: Ruang buku tutup pada hari Minggu]
Wihh mantap kak...
ReplyDelete